Minggu, 12 Desember 2010

laporan tutorial marasmus, skenario 1 blok 4

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kasus gizi buruk saat ini menjadi masalah yang menjadi perhatian di Indonesia. Gizi kurang dan gizi buruk merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, karena dapat menimbulkan the lost generation. Kualitas bangsa di masa depan akan sangat dipengaruhi keadaan atau status gizi pada saat ini, terutama balita. Akibat gizi buruk dan gizi kurang bagi seseorang akan mempengaruhi kualitas kehidupannya kelak.

Berikut ini adalah kasus pada skenario 1:

Bayi kok seperti orang tua?
Seorang anak laki-laki umur 1 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan badan lemah dan kurus. Ibunya mengatakan bahwa anak tersebut sering muntah. Anak itu tidak mendapatkan ASI sejak umur 7 bulan karena tak keluar, dan sebagai pengganti ASI diberikan air tajin. Pernah mendapatkan sumbangan susu formula tetapi setelah diberikan anaknya malah diare.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 5.900 gram. Berat lahir tidak diketahui karena persalinan ditolong dukun. Badan kurus, tulang nampak menonjol, wajah seperti orang tua, rambut hitam tipis mudah rontok, nampak cengeng dan belum dapat tengkurap. Disarankan untuk dirujuk kerumah sakit yang lebih besar. Apa masalah yang ada pada anak tersebut? Bagaimana penatalaksanaannya?

B.    Rumusan Masalah
1.    Ketentuan pemberian ASI.
2.    Bayi diare setelah diberikan susu formula.
3.    Badan kurus, tulang tampak menonjol, wajah seperti orang tua, rambut hitam tipis mudah rontok, nampak cengeng dan belum dapat tengkurap.
4.    Keluhan badan lemah, kurus, sering muntah, tidak mendapat ASI sejak umur 7 bulan karena tidak keluar, dan diberi air tajin sebagai pengganti.
5.    Diagnosis banding dan penatalaksanaan.


C.    Tujuan
1.    Mengetahui ketentuan ideal pemberian ASI eksklusif.
2.    Mengetahui penyebab dan mekanisme terjadinya diare setelah pemberian susu foermula pada bayi.
3.    Mengetahui penyebab badan kurus, tulang tampak menonjol, wajah seperti orang tua, rambut hitam tipis mudah rontok, nampak cengeng dan belum dapat tengkurap.
4.    Mengetahui faktor-faktor penyebab malnutrisi.
5.    Mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan kasus pada skenario.

D.    Manfaat
1.    Mahasiswa mengetahui indikasi kekurangan gizi dan cara-cara mencegahnya.
2.    Mahasiswa memahami pentingnya gizi dalam mencegah kelainan malnutrisi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Marasmus
    Marasmus adalah bentuk malnutrisi energi protein yang terutama disebabkan oleh kekurangan kalori berat dalam jangka lama, umumnya selama tahun pertama kehidupan, dengan retardasi pertumbuhan dan penlisutan lemak di bawah kulit dan otot secara progresif, tetapi biasanya masih ada nafsu makan dan kesiagaan mental. Penyakit infeksius mungkin merupakan faktor presipitasinya. (Kamus Kedokteran Dorland)
Tanda-Tanda Marasmus:
1.    Berat badan sangat kurang
2.    Terlihat sangat kurus
3.    Wajah seperti orang tua
4.    Tinggal kulit pembungkus tulang
5.    Muscle wasting
6.    Baggy pant
(Tim Field Lab FK UNS, 2010)
KEP Sesuai dengan kosa katanya bahwa kekurangan energi dan protein pada bayi disebabkan oleh masukan energi dan protein yang tidak mencukupi kebutuhannya, yang disebabkan oleh multi faktor yang saling terkait, diantaranya:
-    Masukan yang tidak adekuat. Hal ini dihubungkan dengan ketidakmampuan (kemiskinan), penyakit yang menyebabkan anorexia, prosedur di RS yang memuasakan bayi, dan tekanan psikologis.
-    Meningkatnya kebutuhan. Peningkatan kebutuhan energi umumnya dikarenakan infeksi, demam, trauma, neoplasma, hipertiroid dan distress pada jantung dan pernafasan.
-    Menurunnya retensi energi.
-    Meningkatnya energi yang terbuang. Hal ini dapat disebabkan muntah, diare dan sindroma melabsorbsi juga menurunkan retensi energi.
((http://www.surabaya-ehealth.org/artikel/marasmus-dan-kwashiorkor-sebagai-efek-dari-kep))

Marasmus sering sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Terdapat beberapa tanda khusus pada marasmus ialah kurangnya (bahkan tidak ada) jaringan lemak di bawah kulit, Sehingga seperti bayi yang memakai pakaian yang terlalu besar ukurannya. Selain itu terdapat pula beberapa tanda khusus bayi terkena marasmus, diantaranya:
-    Bayi akan merasa lapar dan cengeng.
-    Wajahnya tampak menua (old man/monkey face).
-    Atrofi jaringan, otot lemah terasa kendor/lembek ini dapat dilihat pada paha dan pantat bayi yang seharusnya kuat dan kenyal dan tebal.
-    Oedema (bengkak) tidak terjadi.
-    Warna rambut tidak berubah.
Pada marasmus tingkat berat, terjadi retardasi pertumbuhan, berat badan dibanding usianya sampai kurang 60% standar berat normal. Sedikitnya jaringan adipose pada marasmus berat tidak menghalangi homeostatis, oksidasi lemak tetap utuh namun menghabiskan cadangan lemak tubuh. Keberadaan persediaan lemak dalam tubuh adalah faktor yang menentukan apakah bayi marasmus dapat bertahan/survive
(http://www.surabaya-ehealth.org/artikel/marasmus-dan-kwashiorkor-sebagai-efek-dari-kep)

Asi ekslusif  Pemberian ASI eksklusif berarti memberikan hanya ASI saja. Ini berarti bayi tidak diberi air putih, teh, minuman ramuan, cairan lain, maupun makanan selama 6 bulan pertama usianya. (Penting untuk menyebutkan jenis minuman dan makanan yang biasa diberikan dalam 6 bulan pertama. Dalam sebuah program ditemukan bahwa ibu-ibu menganggap pesan “jangan memberi cairan” tidak berlaku untuk teh/minuman herbal atau cairan lain).
(http://www.linkagesproject.org/media/publications/ENA-References/Indonesia/Ref4.7%20.pdf)

Intoleransi laktosa
Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut.
Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari faeses sehingga penderita akan mengalami diare.
Menurut the World Allergy Organization, reaksi sampingan non toksik terhadap makanan disebut hipersensitivitas, bukan alergi. Disebut alergi makanan jika mekanismenya melibatkan reaksi imunologi, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan IgE. Adapun intoleransi makanan, merupakan hipersensitivitas non alergi terhadap makanan. Frekuensi kejadian intoleransi laktosa pada ras Kaukasia lebih sedikit/jarang dibandingkan pada orang Asia, Afrika, Timur Tengah, dan beberapa Negara Mediterania, dan juga pada ras Aborigin Australia. Lima persen dari ras Kaukasia dan 75% dari yang bukan ras Kaukasia yang tinggal di Australia mengalami intoleransi laktosa.
(http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0108.pdf)


Pencegahan KEP KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis secara klinis maupun lingkungan (masyarakat). Pencegahan hendaknya meliputi seluruh faktor secara simultan dan konsisten. Meskipun KEP tidak sepenuhnya dapat diberantas, tanpa harus menunggu, dapat segera dilaksanakan beberapa tindakan untuk mengatasi keadaan :
1.    Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare:
-    Sanitasi : personal, lingkungan terutama makanan dan peralatannya.
-    Pendidikan : Dasar, Kesehatan dan Gizi.
-    Program Imunisasi.
-    Pencegahan penyakit yang erat dengan lingkungan, seperti TBC, nyamuk (malaria, DHF), parasit (cacing).
2.    Memperkecil dampak penyakit-penyakit infeksi terutama diare di wilayah yang sanitasi lingkungannya belum baik. Diarhea merupakan penyakit endemo-epidemik yang menjadi salah satu penyebab bagi malnutrisi. Dehidrasi awal dan re-feeding secepat mungkin merupakan pencegahan untuk menghindari bayi malnutrisi/KEP.
3.    Deteksi dini dan manajemen KEP awal/ringan:
-    Memonitor tumbuh kembang dan status gizi Balita secara kontinyu, misalnya dengan tolok ukur KMS.
-    Perhatian khusus untuk faktor “risiko tinggi” yang akan berpengaruh kelangsungan status gizi (antara lain: kemiskinan, ketidak tahuan, adanya penyakit infeksi).
4.    Memelihara status gizi anak
-    Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula.
-    Setelah lahir segera diberi ASI eksklusif sampai usia 4 atau 6 bulan.
-    Pemberian makanan pendamping ASI (weaning food) bergizi, mulai usia 4 atau 6 bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima menu lengkap keluarga.
-    Memperpanjang masa menyusui (prolong lactation) selama ibu dan bayi menghendaki.
(WHO Geneva 1976: 45-46)
(http://www.surabaya-ehealth.org/artikel/marasmus-dan-kwashiorkor-sebagai-efek-dari-kep)



Intervensi pada penderita marasmus
1.    Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
    Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil    :
    meningkatkan masukan oral.
Intervensi     :
a.    Dapatkan riwayat diet
b.    Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
c.    Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
d.    Gunakan alat makan yang dikenalnya
e.    Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka
f.    Sajikan makansedikit tapi sering
g.    Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah


2.    Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)
Tujuan :
        Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
            Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi    :
a.    Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b.    Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c.    Ukur haluaran urine dengan akurat

3.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000).
Tujuan :
        Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
        kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi    :
a.    Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b.    Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c.    Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d.    Alih baring
4.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan    :
    Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
    suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal
Intervensi    :
a.    Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b.    Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c.    Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d.    Beri antibiotik sesuai program

5.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
Tujuan :
    pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
    Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi    :
a.    Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b.    Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c.    Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d.    Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien

6.    Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
    Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil    :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi    :
a.    Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
b.    Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
c.    Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
d.    Berikan mainan sesuai usia anak.


7.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan :
     Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil    :
    Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi    :
a.    Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b.    Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
8.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).
Tujuan :
    Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil        :
    Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi    :
a.    Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b.    Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c.    Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

(www.akpergapu-jambi.ac.id/Askep_Anak/8.%20Marasmus.doc)










BAB III
PEMBAHASAN

Bayi diare setelah diberi susu formula
Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase.Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut. Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari faeses sehingga penderita akan mengalami diare.
Umumnya bayi yang mengalami intoleransi laktosa ini mengalami mual dan muntah-muntah saat pertama kali menggunakan susu formula, hal ini dikarenakan umumnya susu formula mengandung laktosa lebih tinggi dari ASI sehingga tubuh bayi tidak bisa menerimanya , hal ini dapat dapat diatasi dengan menggunakan susu rendah laktosa. Bayi tidak mengalami mual dan muntah saat mengkonsumsi air tajin, karena air tajin tidak mengandung laktosa.

Badan kurus, tulang tampak menonjol, wajah seperti orang tua, rambut hitam tipis mudah rontok, nampak cengeng dan belum dapat tengkurap
Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Badan kurus terjadi karena hilangnya masa otot akibat katabolisme dan deplesi kompartment protein somatik. Hal ini merupakan respon adaptasi yang berfungsi menyediakan asam amino sebagai sumber energi bagi tubuh. Selain protein otot lemak subkutis juga dimobilisasi dan digunakan sebagai bahan bakar. Dengan lenyapnya otot dan lemak subkutis ektremitas tampak kurus. Bayi nampak cengeng karena defisiensi kekebalan terutama imunitas yang diperantarai oleh sel T. Oleh karena itu biasanya bayi tersebut juga menderita infeksi yang menimbulkan stress tambahan pada tubuh yang telah lemah.


Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena.
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari.
Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicilin dan streptomycin.
Hal-hal yang lain perlu diperhatikan :
a) Kemungkinan hipoglikemi dilakukan pemeriksaan dengan dextrostix. Bila kadar gula darah kurang dari 40% diberikan terapi 1-2 ml glukose 40%/kg BB/IV
b) Hipotermi
Diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya. Dapat diberikan botol panas atau pemberian makanan sering tiap 2 jam.
Pemantauan penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan serta tebal lemak subkutan. Pada minggu-minggu pertama sering belum dijumpai pertambahan berat badan. Setelah tercapai penyesuaian barulah dijumpai pertambahan berat badan. Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan penyakit infeksi telah teratasi.
Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari. Kebutuhan kalori menjadi normal kembali karena tubuh telah menyesuaikan diri lagi. Sementara itu kepada orang tua diberikan penyuluhan tentang pemberian makanan, terutama mengenai pemilihan bahan makanan, pengolahannya, yang sesuai dengan daya belinya.
Mengingat sulitnya merawat penderita dengan malnutrisi, maka usaha pencegahan perlu lebih ditingkatkan.

Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui.Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Diantaranya adalah pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi, ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas, pencegahan penyakit infeksi (dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan), pemberian imunisasi, mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap, penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang, pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita didaerah yang endemis kurang  gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.


BAB IV
PENUTUP
A.    Simpulan
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemui pada balita terutama di daerah perkotaan. Penyebabnya merupakan multifaktorial antara lain masukan makanan yang kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan untuk menentukan penyebab perlu anamnesis makanan dan penyakit yang lalu. Pencegahan terhadap marasmus ditujukan pada penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan dan penyuluhan yang baik. Pengobatan marasmus ialah pemberian diet, tinggi kalori dan tinggi protein, dan penatalaksanaan di rumah sakit dibagi atas tahap awal, tahap penyesuaian, dan rehabilitasi.
B.    Saran
1.    Orang tua diharapkan lebih memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak
2.    Lebih baik orang tua memberikan asupan makanan yang cukup gizi bagi anak.
3.    Berikan anak imunisasi pada waktu yang tepat.


DAFTAR PUSTAKA

    Kamus Kedokteran Dorland edisi 31.
    Tim Field Lab FK UNS. 2010. Manual Field Lab Ketrampilan Pemantauan Status Gizi Balita dan Anemia Gizi Ibu Hamil edisi revisi. Surakarta: Tim Field Lab FK UNS.
InfoPOM. 2008. Kenali Intoleransi Laktosa lebih Lanjut. (http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0108.pdf).

Lubis, Nuchsan Umar dan Arlina Yunita Marsida. 2002. Penata Laksanaan Busung Lapar pada Balita. (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_134_masalah_anak.pdf).
Kumar; Cotran; Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi edisi 7 volume 1. Jakarta: EGC.
www.akpergapu-jambi.ac.id/Askep_Anak/8.%20Marasmus.doc
Dinas Kesehatan Kota Surabaya.  Marasmus dan Kwashiorkor Sebagai Efek Dari KEP (http://www.surabaya-ehealth.org/artikel/marasmus-dan-kwashiorkor-sebagai-efek-dari-kep)

Linkage. Oktober 2002. Pemberian ASI Eksklusif atau ASI saja : Satu-Satunya Sumber Cairan Yang Dibutuhkan Bayi Usia Dini (http://www.linkagesproject.org/media/publications/ENA-References/Indonesia/Ref4.7%20.pdf)

1 komentar:

  1. BetMGM launches new online sports betting app in Michigan
    BetMGM, the company behind the sports betting brand, launched a new sportsbook 양주 출장안마 app in New Jersey this 포천 출장샵 year. The 문경 출장마사지 app will launch 강릉 출장샵 in Michigan on 이천 출장안마

    BalasHapus