Selasa, 13 Desember 2011

Multiple Sclerosis: Diagnosis, Managemen, dan Prognosis



ini tugas inhal gw nih, sedih, kena inhal terus, tapi tambah ilmu juga sih, haha, cekidot 
Multiple Sclerosis: Diagnosis, Managemen, dan Prognosis

Multiple Sclerosis adalah suatu kelainan multifocal pada system saraf pusat, yang ditandai oleh lesi demyelinasi inflammatory, yang menyerang baik substansia alba dan substansia griscea, yang diduga dimediasi oleh autoreactive T cells. Selain demyelinasi, dapat juga menimbulkan kerusakan akson yang irreversible. Pada akumulasi kerusakan dari system saraf pusat, dapat terjadi kelumpuhan irreversible yang menandai fase lanjutan pada penyakit. Multiple Sclerosis dapat disebabkan oleh berbagai interaksi lingkungan dan faktor genetic, faktor-faktor lingkungan, seperti tempat tinggal pada usia dewasa muda, umur terpapar oleh Epstein-Barr virus (semakin tua semakin besar tingkat insidensi MS), dan merokok, hingga kini telah ditemukan 52 alel yang dicurigai beresiko untuk membangkitkan MS, namun yang diduga memiliki korelasi paling tinggi adalah HLA-DRB1.
Delapan puluh lima penderita MS menderita gangguan persyarafan (neurogical disturbance) pada awal kejadian MS,  yang semakin memburuk dalam hitungan hari atau minggu, hal ini dikenal sebagai ‘Clinically Isolated Syndrom ‘(CIS) atau ‘first demyelinating event’, umumnya penderita merasakan adanya gangguan fungsi saraf pada salah satu bagian, sebagian besar mengalami Long tract syndrome and sign (baik secara sensorik atau motorik), selain itu dapat pula terjadi secara multifocal. 
 

Tahap setelah terjadinya CIS, dalam hitungan hari atau minggu, penderita akan memulai fase dimana terjadi relaps dan remisi, yang disebut juga ‘Relapsing Remitting MS’ (RRMS). Disebut relaps apabila terjadi gejala atau tanda objektif dari kejadian acute inflammatory demyelinating atau CIS yang terulang selama kurun waktu 24 jam. Dapat saja terjadi ,tanpa menimbulkan kerusakan, namun gejala dan tanda residual terjadi hingga 40% kasus. Peningkatan yang signifikan pada kelumpuhan oleh karena hanya satu relaps sangat jarang.
Setelah 10 tahun, 40-45% dari pasien dengan RRMS, akan mengalami proses lanjutan, dimana terjadi akumulasi kerusakan system saraf tanpa adanya relaps, yang disebut secondary progressive MS (SPMS) . Kemungkinan kerusakan yang menimbulkan efek permanen meningkat hingga 80%, dalam fase ini dapat ditemukan perkembangan berbentuk plateau (mendatar = keadaan tetap), dan perbaikan minor, namun,pada sebagian besar kasus, terjadi progresi dari kelumpuhan saraf.
Lima belas, hingga 20% dari pasien akan mengalami jalur progresif langsung sejak onset, tanpa mengalamin relaps maupun remisi, yang disebut juga Primary progreesive MS (PPMS). Penampakan umum dari PPMS adalah pareparesis spastic yang progresinya lambat, diikuti dengan gejala kerusakan cerebellum atau sindrom hemiplegic, penderita pada fase ini tidak merespon pengobatan yang diberikan pada umumnya.
Pemeriksaan penunjang MS umumnya dilakukan dengan MRI, pemeriksaan cairan cerebrospinal dan pemeriksaan gelombang otak, dan hanya bisa dipastikan secara histopatologi, tapi biopsy dalam diagnosis MS sangat jarang dilakukan, karena itu, sekarang hasil dari MRI sudah dapat diterima untuk mendiagnosis MS (jika ditemukan lesi multifocal). Pada kenyataannya, hasil pemeriksaan lain masih menjadi pertimbangan hasil MRI, misalnya bila dari pemeriksaan LCS ditemukan hasil negative, maka dalam penanganannya harus dipertimbangkan diagnosis banding. Diagnosis banding (differential diagnosis) yang paling membingungkan dalam kasus mirip MS adalah penyakit dengan demyelinasi, seperti neuromyelitis optica (penyakit Devic) dan acute disseminated encephalomyelitis. Selain itu differential diagnosis lain yang penting adalah migraine, neoplasma otak besar, kekurangan nutrisi, lesi menekan pada medulla spinalis, indeksi, amyotrophic lateral sclerosis, steroid sensitive relapsing disorders, infark recurrent , sindrom paraneoplastik, dan penyakit psychiatric.
Penanganan utama pada keadaan RRMS adalah interferon-ß dan glatiramer acetate, yang terbukti dapat mengurangi jumlah lesi aktif pada MS (hasil melalui MRI). Selain itu natalizumab telah terbukti dapat menurunkan kemungkinan dari memburuknya kelumpuhan, mengurangi angka kambuh tahunan (annual relapse rate) dan jumlah lesi baru pada sitem syaraf pusat, digunakan sebagai pengobatan garis kedua  (second line treatment), selain itu terdapat juga obat oral untuk penanganan MS yaitu fingolimod, laquinimod, teriflunomide dan BG12, yang masih dalam tahap penelitian preklinik, karena efek pengobatan jangka panjangnya dan kegunaannya masih belum dapat dipastikan.  Pada pasien dengan penyakit yang sudah lanjut dan tidak merespon pengobatan, pilihan obat garis ketiga dapat dipakai, yang terdiri dari immunosupresi dengan cyclophosphamide atau mitoxantrone, atau dosis tinggi kemoterapi, diikuti dengan transplantasi stem sel autologos hematopoetik, penggunaan dari strategi pengobatan ini terbatas karena toleransi yang rendah dan berpotensi menyebabkan efek samping yang serius.
Prognosi dari pasien dengan kelumpuhan parah setelah 5 tahun pertama semenjak onset kurang dari 5%, dan 10-20% persen tetap tidak mengalami kekurangan setelah 20 tahun tanpa terapi, pada era pre-MDT, median dari waktu onset hingga membutuhkan tongkat, status tidak bisa bangun (bedbound) dan kematian, kira-kira 15, 26, dan 41 tahun. Pada PMS dan bentuk lanjutan lain dari MS, median dari waktu onset hingga mencapai kelumpuhan irreversible secara signifikan jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan RRMS, kebanyakan pasien sudah mencapai tingkat kelumpuhan awal atau menengah saat waktu didiagnosis. Kecacatan kognitif terjadi pada hampir semua tingkat dan tipe MS, semakin parah tingkatnya, maka kecacatan kognitifnya juga semakin parah, hal ini biasa ditandai dengan pengurangan kecepatan berpikir, memory, dan kemampuan memutuskan, hal ini sering mempengaruhi kemampuan bekerja dari pasien, jadi, walaupun kelumpuhannya tergolong rendah, namun hal-hal seperti ini dapat mempengaruhi kehidupan pasien ke depannya secara signifikan. 

sumber:
Multiple sclerosis: Diagnosis, Management and Prognosis, oleh Benjamin K-T Tsang, dan Richard Macdonell, dari Australian Family Physician Vol. 40, No. 12, December 2011(via pubmed)
EH Tau ga sih, pas gw baca ini, gw langsung parno, gw kena ga ya MS ini, arghhh #galauanakFK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar