Minggu, 19 Desember 2010

Tugas Farmako!! EKSKRESI DAN ABSORBSI

1. susah ngambar, post foto saya aja yah....

2. penyakit-penyakit yang dapat mengganggu proses metabolisme obat:
  • SIROSIS = pada penderita sirosis, respon terhadap obat klosamfenikol berubah dengan peningkatan, toksisitas pada sistem saraf pusat, karena metabolisme obat berkurang dan kadar obat dalam plasma meningkat.
  • Hepatitis viral akut = menyababkan respon terhadap ergotamin, dengan menurunnya metabolisme obat. Karena ergotamin adalah alkaloid yang paling toksik, maka perubahan respon terhadap obat ini menyebabkan peningkatan toksisitas
  • Disfungsi hati : dpt meningkatkan toksisistas obat-obatan karena proses metabolisme menurun, menyebabkan kadar obat dalam plasma meningkat. Toksisitas yang terjadi adalah pada sistem syaraf pusat. Misalnya adalah perubahan respon terhadap fenitoin (hehe, ga jelas tulisannya)
  • Penyakit hati berat : kerusakan pada hati menyebabkan metabolisme obat dalam tubuh menurun dan banyak peningkatan kadar obat di dalam plasma dan menyebabkan toksisitas bila kadarnya melabihi batas normal, contohnya adalah androgen, steroid anabolik, dan klomifen. Penyakit hari berat menyebabkan perubahan respon dengan menurunnya efek utama obat dan menyebabkan toksisitas. Selain itu penyakit hati berat dapat menyebabkan peningkatan sensitivitas reseptor di otak yang mendepresi syaraf pusat diuretik.
  • Gagal ginjal : gagal ginjal dapat menyebabkan pengurangan ikatan protein plasma sehingga meningkatkan kadar obat bebas dalam darah, mengubah keseimbangan elektrolit dan asam - basa , meningkatkan sensitivitas, atau respon jaringan terhadap beberapa obat, dan mengurangi atau menghilangkan efektivitas beberapa obat.

posyandu bahagia 2





untuk mendownload semuanya dari yg pertama klik:

Minggu, 12 Desember 2010

Posyandu bahagia

Foto by ketubans (kelompok tutorial sembilan belas)







laporan tutorial marasmus, skenario 1 blok 4

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kasus gizi buruk saat ini menjadi masalah yang menjadi perhatian di Indonesia. Gizi kurang dan gizi buruk merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, karena dapat menimbulkan the lost generation. Kualitas bangsa di masa depan akan sangat dipengaruhi keadaan atau status gizi pada saat ini, terutama balita. Akibat gizi buruk dan gizi kurang bagi seseorang akan mempengaruhi kualitas kehidupannya kelak.

Berikut ini adalah kasus pada skenario 1:

Bayi kok seperti orang tua?
Seorang anak laki-laki umur 1 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan badan lemah dan kurus. Ibunya mengatakan bahwa anak tersebut sering muntah. Anak itu tidak mendapatkan ASI sejak umur 7 bulan karena tak keluar, dan sebagai pengganti ASI diberikan air tajin. Pernah mendapatkan sumbangan susu formula tetapi setelah diberikan anaknya malah diare.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 5.900 gram. Berat lahir tidak diketahui karena persalinan ditolong dukun. Badan kurus, tulang nampak menonjol, wajah seperti orang tua, rambut hitam tipis mudah rontok, nampak cengeng dan belum dapat tengkurap. Disarankan untuk dirujuk kerumah sakit yang lebih besar. Apa masalah yang ada pada anak tersebut? Bagaimana penatalaksanaannya?

B.    Rumusan Masalah
1.    Ketentuan pemberian ASI.
2.    Bayi diare setelah diberikan susu formula.
3.    Badan kurus, tulang tampak menonjol, wajah seperti orang tua, rambut hitam tipis mudah rontok, nampak cengeng dan belum dapat tengkurap.
4.    Keluhan badan lemah, kurus, sering muntah, tidak mendapat ASI sejak umur 7 bulan karena tidak keluar, dan diberi air tajin sebagai pengganti.
5.    Diagnosis banding dan penatalaksanaan.


C.    Tujuan
1.    Mengetahui ketentuan ideal pemberian ASI eksklusif.
2.    Mengetahui penyebab dan mekanisme terjadinya diare setelah pemberian susu foermula pada bayi.
3.    Mengetahui penyebab badan kurus, tulang tampak menonjol, wajah seperti orang tua, rambut hitam tipis mudah rontok, nampak cengeng dan belum dapat tengkurap.
4.    Mengetahui faktor-faktor penyebab malnutrisi.
5.    Mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan kasus pada skenario.

D.    Manfaat
1.    Mahasiswa mengetahui indikasi kekurangan gizi dan cara-cara mencegahnya.
2.    Mahasiswa memahami pentingnya gizi dalam mencegah kelainan malnutrisi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Marasmus
    Marasmus adalah bentuk malnutrisi energi protein yang terutama disebabkan oleh kekurangan kalori berat dalam jangka lama, umumnya selama tahun pertama kehidupan, dengan retardasi pertumbuhan dan penlisutan lemak di bawah kulit dan otot secara progresif, tetapi biasanya masih ada nafsu makan dan kesiagaan mental. Penyakit infeksius mungkin merupakan faktor presipitasinya. (Kamus Kedokteran Dorland)
Tanda-Tanda Marasmus:
1.    Berat badan sangat kurang
2.    Terlihat sangat kurus
3.    Wajah seperti orang tua
4.    Tinggal kulit pembungkus tulang
5.    Muscle wasting
6.    Baggy pant
(Tim Field Lab FK UNS, 2010)
KEP Sesuai dengan kosa katanya bahwa kekurangan energi dan protein pada bayi disebabkan oleh masukan energi dan protein yang tidak mencukupi kebutuhannya, yang disebabkan oleh multi faktor yang saling terkait, diantaranya:
-    Masukan yang tidak adekuat. Hal ini dihubungkan dengan ketidakmampuan (kemiskinan), penyakit yang menyebabkan anorexia, prosedur di RS yang memuasakan bayi, dan tekanan psikologis.
-    Meningkatnya kebutuhan. Peningkatan kebutuhan energi umumnya dikarenakan infeksi, demam, trauma, neoplasma, hipertiroid dan distress pada jantung dan pernafasan.
-    Menurunnya retensi energi.
-    Meningkatnya energi yang terbuang. Hal ini dapat disebabkan muntah, diare dan sindroma melabsorbsi juga menurunkan retensi energi.
((http://www.surabaya-ehealth.org/artikel/marasmus-dan-kwashiorkor-sebagai-efek-dari-kep))

Marasmus sering sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Terdapat beberapa tanda khusus pada marasmus ialah kurangnya (bahkan tidak ada) jaringan lemak di bawah kulit, Sehingga seperti bayi yang memakai pakaian yang terlalu besar ukurannya. Selain itu terdapat pula beberapa tanda khusus bayi terkena marasmus, diantaranya:
-    Bayi akan merasa lapar dan cengeng.
-    Wajahnya tampak menua (old man/monkey face).
-    Atrofi jaringan, otot lemah terasa kendor/lembek ini dapat dilihat pada paha dan pantat bayi yang seharusnya kuat dan kenyal dan tebal.
-    Oedema (bengkak) tidak terjadi.
-    Warna rambut tidak berubah.
Pada marasmus tingkat berat, terjadi retardasi pertumbuhan, berat badan dibanding usianya sampai kurang 60% standar berat normal. Sedikitnya jaringan adipose pada marasmus berat tidak menghalangi homeostatis, oksidasi lemak tetap utuh namun menghabiskan cadangan lemak tubuh. Keberadaan persediaan lemak dalam tubuh adalah faktor yang menentukan apakah bayi marasmus dapat bertahan/survive
(http://www.surabaya-ehealth.org/artikel/marasmus-dan-kwashiorkor-sebagai-efek-dari-kep)

Asi ekslusif  Pemberian ASI eksklusif berarti memberikan hanya ASI saja. Ini berarti bayi tidak diberi air putih, teh, minuman ramuan, cairan lain, maupun makanan selama 6 bulan pertama usianya. (Penting untuk menyebutkan jenis minuman dan makanan yang biasa diberikan dalam 6 bulan pertama. Dalam sebuah program ditemukan bahwa ibu-ibu menganggap pesan “jangan memberi cairan” tidak berlaku untuk teh/minuman herbal atau cairan lain).
(http://www.linkagesproject.org/media/publications/ENA-References/Indonesia/Ref4.7%20.pdf)

Intoleransi laktosa
Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut.
Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari faeses sehingga penderita akan mengalami diare.
Menurut the World Allergy Organization, reaksi sampingan non toksik terhadap makanan disebut hipersensitivitas, bukan alergi. Disebut alergi makanan jika mekanismenya melibatkan reaksi imunologi, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan IgE. Adapun intoleransi makanan, merupakan hipersensitivitas non alergi terhadap makanan. Frekuensi kejadian intoleransi laktosa pada ras Kaukasia lebih sedikit/jarang dibandingkan pada orang Asia, Afrika, Timur Tengah, dan beberapa Negara Mediterania, dan juga pada ras Aborigin Australia. Lima persen dari ras Kaukasia dan 75% dari yang bukan ras Kaukasia yang tinggal di Australia mengalami intoleransi laktosa.
(http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0108.pdf)


Pencegahan KEP KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis secara klinis maupun lingkungan (masyarakat). Pencegahan hendaknya meliputi seluruh faktor secara simultan dan konsisten. Meskipun KEP tidak sepenuhnya dapat diberantas, tanpa harus menunggu, dapat segera dilaksanakan beberapa tindakan untuk mengatasi keadaan :
1.    Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare:
-    Sanitasi : personal, lingkungan terutama makanan dan peralatannya.
-    Pendidikan : Dasar, Kesehatan dan Gizi.
-    Program Imunisasi.
-    Pencegahan penyakit yang erat dengan lingkungan, seperti TBC, nyamuk (malaria, DHF), parasit (cacing).
2.    Memperkecil dampak penyakit-penyakit infeksi terutama diare di wilayah yang sanitasi lingkungannya belum baik. Diarhea merupakan penyakit endemo-epidemik yang menjadi salah satu penyebab bagi malnutrisi. Dehidrasi awal dan re-feeding secepat mungkin merupakan pencegahan untuk menghindari bayi malnutrisi/KEP.
3.    Deteksi dini dan manajemen KEP awal/ringan:
-    Memonitor tumbuh kembang dan status gizi Balita secara kontinyu, misalnya dengan tolok ukur KMS.
-    Perhatian khusus untuk faktor “risiko tinggi” yang akan berpengaruh kelangsungan status gizi (antara lain: kemiskinan, ketidak tahuan, adanya penyakit infeksi).
4.    Memelihara status gizi anak
-    Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula.
-    Setelah lahir segera diberi ASI eksklusif sampai usia 4 atau 6 bulan.
-    Pemberian makanan pendamping ASI (weaning food) bergizi, mulai usia 4 atau 6 bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima menu lengkap keluarga.
-    Memperpanjang masa menyusui (prolong lactation) selama ibu dan bayi menghendaki.
(WHO Geneva 1976: 45-46)
(http://www.surabaya-ehealth.org/artikel/marasmus-dan-kwashiorkor-sebagai-efek-dari-kep)



Intervensi pada penderita marasmus
1.    Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
    Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil    :
    meningkatkan masukan oral.
Intervensi     :
a.    Dapatkan riwayat diet
b.    Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
c.    Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
d.    Gunakan alat makan yang dikenalnya
e.    Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka
f.    Sajikan makansedikit tapi sering
g.    Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah


2.    Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)
Tujuan :
        Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
            Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi    :
a.    Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b.    Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c.    Ukur haluaran urine dengan akurat

3.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000).
Tujuan :
        Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
        kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi    :
a.    Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b.    Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c.    Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d.    Alih baring
4.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan    :
    Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
    suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal
Intervensi    :
a.    Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b.    Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c.    Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d.    Beri antibiotik sesuai program

5.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
Tujuan :
    pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
    Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi    :
a.    Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b.    Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c.    Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d.    Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien

6.    Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
    Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil    :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi    :
a.    Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
b.    Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
c.    Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
d.    Berikan mainan sesuai usia anak.


7.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan :
     Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil    :
    Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi    :
a.    Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b.    Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
8.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).
Tujuan :
    Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil        :
    Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi    :
a.    Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b.    Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c.    Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

(www.akpergapu-jambi.ac.id/Askep_Anak/8.%20Marasmus.doc)










BAB III
PEMBAHASAN

Bayi diare setelah diberi susu formula
Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase.Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut. Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari faeses sehingga penderita akan mengalami diare.
Umumnya bayi yang mengalami intoleransi laktosa ini mengalami mual dan muntah-muntah saat pertama kali menggunakan susu formula, hal ini dikarenakan umumnya susu formula mengandung laktosa lebih tinggi dari ASI sehingga tubuh bayi tidak bisa menerimanya , hal ini dapat dapat diatasi dengan menggunakan susu rendah laktosa. Bayi tidak mengalami mual dan muntah saat mengkonsumsi air tajin, karena air tajin tidak mengandung laktosa.

Badan kurus, tulang tampak menonjol, wajah seperti orang tua, rambut hitam tipis mudah rontok, nampak cengeng dan belum dapat tengkurap
Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Badan kurus terjadi karena hilangnya masa otot akibat katabolisme dan deplesi kompartment protein somatik. Hal ini merupakan respon adaptasi yang berfungsi menyediakan asam amino sebagai sumber energi bagi tubuh. Selain protein otot lemak subkutis juga dimobilisasi dan digunakan sebagai bahan bakar. Dengan lenyapnya otot dan lemak subkutis ektremitas tampak kurus. Bayi nampak cengeng karena defisiensi kekebalan terutama imunitas yang diperantarai oleh sel T. Oleh karena itu biasanya bayi tersebut juga menderita infeksi yang menimbulkan stress tambahan pada tubuh yang telah lemah.


Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena.
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari.
Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicilin dan streptomycin.
Hal-hal yang lain perlu diperhatikan :
a) Kemungkinan hipoglikemi dilakukan pemeriksaan dengan dextrostix. Bila kadar gula darah kurang dari 40% diberikan terapi 1-2 ml glukose 40%/kg BB/IV
b) Hipotermi
Diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya. Dapat diberikan botol panas atau pemberian makanan sering tiap 2 jam.
Pemantauan penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan serta tebal lemak subkutan. Pada minggu-minggu pertama sering belum dijumpai pertambahan berat badan. Setelah tercapai penyesuaian barulah dijumpai pertambahan berat badan. Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan penyakit infeksi telah teratasi.
Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari. Kebutuhan kalori menjadi normal kembali karena tubuh telah menyesuaikan diri lagi. Sementara itu kepada orang tua diberikan penyuluhan tentang pemberian makanan, terutama mengenai pemilihan bahan makanan, pengolahannya, yang sesuai dengan daya belinya.
Mengingat sulitnya merawat penderita dengan malnutrisi, maka usaha pencegahan perlu lebih ditingkatkan.

Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui.Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Diantaranya adalah pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi, ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas, pencegahan penyakit infeksi (dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan), pemberian imunisasi, mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap, penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang, pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita didaerah yang endemis kurang  gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.


BAB IV
PENUTUP
A.    Simpulan
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemui pada balita terutama di daerah perkotaan. Penyebabnya merupakan multifaktorial antara lain masukan makanan yang kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan untuk menentukan penyebab perlu anamnesis makanan dan penyakit yang lalu. Pencegahan terhadap marasmus ditujukan pada penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan dan penyuluhan yang baik. Pengobatan marasmus ialah pemberian diet, tinggi kalori dan tinggi protein, dan penatalaksanaan di rumah sakit dibagi atas tahap awal, tahap penyesuaian, dan rehabilitasi.
B.    Saran
1.    Orang tua diharapkan lebih memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak
2.    Lebih baik orang tua memberikan asupan makanan yang cukup gizi bagi anak.
3.    Berikan anak imunisasi pada waktu yang tepat.


DAFTAR PUSTAKA

    Kamus Kedokteran Dorland edisi 31.
    Tim Field Lab FK UNS. 2010. Manual Field Lab Ketrampilan Pemantauan Status Gizi Balita dan Anemia Gizi Ibu Hamil edisi revisi. Surakarta: Tim Field Lab FK UNS.
InfoPOM. 2008. Kenali Intoleransi Laktosa lebih Lanjut. (http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0108.pdf).

Lubis, Nuchsan Umar dan Arlina Yunita Marsida. 2002. Penata Laksanaan Busung Lapar pada Balita. (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_134_masalah_anak.pdf).
Kumar; Cotran; Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi edisi 7 volume 1. Jakarta: EGC.
www.akpergapu-jambi.ac.id/Askep_Anak/8.%20Marasmus.doc
Dinas Kesehatan Kota Surabaya.  Marasmus dan Kwashiorkor Sebagai Efek Dari KEP (http://www.surabaya-ehealth.org/artikel/marasmus-dan-kwashiorkor-sebagai-efek-dari-kep)

Linkage. Oktober 2002. Pemberian ASI Eksklusif atau ASI saja : Satu-Satunya Sumber Cairan Yang Dibutuhkan Bayi Usia Dini (http://www.linkagesproject.org/media/publications/ENA-References/Indonesia/Ref4.7%20.pdf)

Selasa, 23 November 2010

laporan tutorial toxoplasma gondii


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Toxoplasma gondii adalah parasit yang jika menginfeksi pada awal kehamilan dapat ditransmisikan ke janin. Janin yang terinfeksi dalam kandungan dapat menunjukkan gejalan klinis ketika lahir, misalnya, hidrosefalus. Namun, suatu studi multisenter tentang Toxoplasmosis congenital di Eropa menemukan bahwa tidak semua bayi dengan Toxoplasmosis congenital menunjukkan gejalan klinis. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa ada factor lain termasuk predisposisi genetic berperan dalam pathogenesis. Sebelumnya telah diketahui bahwa bayi yang menunjukkan gejala klinis lebih berat adalah mereka yang terinfeksi Toxoplasma gondii pada awal kehamilan, ketika system imunitas fetus belum begitu berkembang. Pemeriksaan molecular yang dilakukan selanjutnya menemukan bahwa ada kaitan antara polymorphism dan genomic imprinting dengan gambaran klinis yang muncul pada bayi dengan toxoplasmosis congenital.

B.     Rumusan Masalah:
1.         Janin yang terinfeksi dalam kandungan dapat menunjukan gejala klinis ketika lahir, misalnya hidrosefalus.
2.         Dugaan ada faktor lain termasuk predisposisi genetik berperan dalam patogenesis penyakit.
3.         Tidak semua bayi dengan toxoplasmosis kongenital menunjukkan gejala klinis.
4.         Ada kaitan antara polymorfisme dan genomic imprinting dengan gambaran klinis.
5.         Toxoplasma gondii dapat ditransmisikan pada janin.
6.         Gejala toxoplasmosis beraneka ragam.
C.    Tujuan
1.      Memahami patologi dan patofisiologi dari toxoplasmosis
2.      Memahami peran genetik dalam kasus toxoplasmosis
3.      Memahami genome imprinting dan polymorphism
4.       Memahami pencegahan toxoplasmosis
D.    Manfaat Penulisan
Mahasiswa dapat mempelajari dan mengetahui peran epigenetic dalam kasus toxoplasmosis



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Toxoplasmosis adalah infeksi pada manusia atau hewan lain akibat protozoa toxoplasma gondii, ditularkann melalui ookista di dalam feses kucing (penjamu definitif), biasanya melalui tanah yang terkontaminasi, pajanan langsung pada feses, kista jaringan didalam daging yang terinfeksi, atau tachyzoite di dalam darah. Sebagian besar infeksi pada manusia bersifat asimptomatis, tetapi bila menjadi simptomatis gejalanya berkisar dari penyakit ringan menyerupai mononukleosis sampai penyakit fulminan diseminata (biasanya pada pasien dengan tanggap imun yang lemah atau janin yang terinfeksi secara transplasenta) yang dapat menyebabakan  kerusakan otak, mata, otot rangka dan jantung, hati dan paru yang luas. (Kamus Kedokteran Dorland edisi 31)

Epigenetik . At its most basic, epigenetics is the study of changes in gene activity that do not involve alterations to the genetic code but still get passed down to at least one successive generation. These patterns of gene expression are governed by the cellular material — the epigenome — that sits on top of the genome, just outside it (hence the prefix epi-, which means above). It is these epigenetic "marks" that tell your genes to switch on or off, to speak loudly or whisper. It is through epigenetic marks that environmental factors like diet, stress and prenatal nutrition can make an imprint on genes that is passed from one generation to the next.
Pada dasarnya , epigenetic adalah studi yang tidak berhubungan dengan perubahan pada kode genetik namun tetap diturunkan pada paling tidak satu generasi berikutnya. Pola ekspresi genetic ini diatur oleh material selular- epigenome- yang berada di atas genome, tepat di bagian luarnya ( memiliki   imbuhan depan epi- yang berarti di atas), pola genetic ini memberitahu genmu untuk menyala dan mematikan diri, untuk berbicara lebih keras atau berbisik. Tanda-tanda epigenetic dipengaruhi oleh lingkungan seperti diet, stress, dan nutrisi saat hamil, hal-hal ini dapat membuat pencetakan pada gen yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Genomic imprinting adalah perbedaan ekspresi sebuah gen pada seorang anak, bergantung pada orang tua dari mana alel tersebut berasal. (Sylfia A.Price, 2006)
Polimorfisme yaitu adanya berbagai bentuk alelik sebuah gen (Robbins, 2007)
Genetic polymorphism, dibagi menjadi
a.       Balance p. : keadaan keseimbangan dengan polimorpisme genetic yang dipertahankan dengan keseimbangan antara mutasi dan seleksi, lokus yang heterozigot memiliki keunggulan dibanding homozigot.
b.      Genetic p. peristiwa yang berlangsung lama dalam populasi atau alel alternative multiple pada lokus, frekuensi jauh lebih jarang daripada yang dapat dipertahankan oleh mutasi berulang secara tersendiri
c.       Microsatelit p. : terdapatnya berbagai unit pengulangan, tandem dimikrosatelit pada beberapa individu yang berbeda ; hal ini dapat dideteksi menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dan digunakan secara luas sebagai penanda seperti pada studi pemetaan dan hubungan genetic, penggujian paternitas dan kekerabatan, identifikasi forensic dan analisis populasi, disebut juga short tandem repeat p.
d.      Restristion fragment length p. (RFLP) : polimorpisme genetic pada sekuens DNA yang dapat dideteksi berdasarkan perbedaan panjang fragmen DNA yang dihasilkan dari pencernaan dengan endonuklease restriksi yang spesifik.
e.       Single nucleotide p. :Polimorpisme mekanis genetic antara dua genom akibat delesi, insersi, ato pertukaran nukleotida tunggal
(Kamus Kedokteran Dorland edisi 31)















BAB III
PEMBAHASAN


Berdasar hasil diskusi yang kami laksanakan, toxoplasmolisis bisa diderita oleh seorang melalui dua cara yakni kongenital dan aquisital. Sebagian besar dari penderita toxoplasmosis tidak menunjukkan gejala klinis (asimptomatis). Pada scenario ini terdapat kasus toxoplasmosis congenital.  Selain factor parasit, toxoplasmosis congenital ini juga dipengaruhi oleh factor-faktor epigentik seperti pengaruh metilasi DNA, yang dimaksud metilasi DNA adalah penambahan gugus metil pada segmen DNA tertentu (umumnya basa nukleotida G dan C) , yang menyebabkan perubahan ekspresi DNA (peristiwa on-off DNA), dikarenakan saat terjadi metilasi, agen-agen translasi dan transkripsi tidak dapat mengenali segmen DNA tersebut, sehingga asam amino yang ditranslasikan berbeda dan merubah protein yang dihasilkan.
Toxoplasmis kongenital adalah penyakit yang timbul karena invasi toxoplasma gondii pada saat kehamilan terjadi. Gejala-gejala klinis yang timbul pada penderita toxoplasmosis kongenital adalah sebagai berikut:
a.       Pada ibu
Umumny gejala pada wanita hamil dapat bersifat sementara dan tidak spesifik, gejalan yang muncul biasanya terbatas pada lumfadenopati dan kelelahan, atau demam, malaise, tenggorokan gatal, nyeri kepala, mialgia, dan limfositosis atipikal.
b.      Pada anak
Kebanyakan anak dengan toxoplasmosis kongenital tidak menunjukkan gejala atau kelainan nyata pada saat lahir. Namun secara umum manisfestasi klinis dari toxoplasmosis dibagi menjadi 2, yaitu manisfestasi sistemik meliputi demam, hepatosplenomegali, anemia, serta pneumonitis yang terjadi karena adanya parasit. Sedangkan manisfestasi neurologik seperti korioretinitis, hidrosefalus, serta serangan kejang, yang terjadi karena invasi parasit melewati barrier otak, maupun deposit dari kista parasit di jaringan otak

Diagnosis pada penderita toxoplasmosis adalah dengan pemeriksaan serologis, untuk mendeteksi antibody terhadap toxoplasma, Terdapat berbagai tes serologis yang bermakna untuk antibodi terhadap T.gondii seperti tes Sabin-Feldman, Indirect Fluorescent Antibody (IFA), dan ELISA. IFA dan ELISA digunakan untuk mengukur kadar antibodi IgM. Deteksi antibodi IgA, dilaporkan baru-baru ini lebih sensitif daripada deteksi antibodi IgM anti-P30 dalam mengidentifikasi infeksi kongenital pada infant. Antibodi IgM anti-Toxoplasma dapat muncul pada waktu lahir maupun pada bulan-bulan selanjutnya. Titer antibodi Toxoplasma yang negatif pada usia 6 bulan sampai 1 tahun secara esensial menyingkirkan diagnosa toxoplasmosis kongenital. IgG spesifik dalam serum bayi berasal dari ibu menurun 50% setiap bulan, tetapi dapat menetap sampai bayi berumur 1 tahun. IgG mulai mulai disintesa pada umur 3 bulan pada bayi yang mendapat pengobatan.



BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Pengaruh toxoplasma terhadap tubuh, tidak hanya dipengaruhi oleh factor parasit tetapi juga dipengaruhi oleh factor epigenetika.
B. Saran
1. Pada masa kehamilan , sebaiknya ibu hamil menghindari kucing, bila belum memiliki antibody utk melawan toxoplasma gondii
2. Lakukan pemeriksaan prenatal untuk memastikan kesehatan janin

DAFTAR PUSTAKA
Kamus Kedokteran Dorland edisi 31.
Kumar; Cotran; Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi edisi 7 volume 1. Jakarta: EGC.
Prience, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 6 vol1. Jakarta:EGC.

Why Your DNA Isn't Your Destiny By John Cloud


EPIDEMIOLOGI “TOXOPLASMA GONDII”
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3733/1/fkm-indra%20c4.pdf

Senin, 22 November 2010

Human genome variation and epigenetics


afie.staff.uns.ac.id 
(email dosen)

classes of human genome variation
1.       Sequence
2.       Structural

Copy number variation
. kadang2 1 fungsi diatur lebih dari 1 gen, disebut variasi karena tiap orang berbeda2, contoh : gen yg menyandikan amylase (ada yg lebih dari satu, ada yg satu, ada yg tidak punya)
. bila sehari2 konsumsi amilum, ternyata gen pengkodeny lebih banyak, sedangkan yg tidak hanya satu atau tidak ada

Respon org thdp obat dipengaruhi oleh ini juga  (contoh kasus: bayi keracunan morphin, dari ibu yang mengkonsumsi morphin, terlebih karena ibunya mengalami ultrarapid metabolizer (memerlukan dosis dobel pada penggunaan obat) CYP2G6

Contoh lainnya psoriasis, disebabkan oleh CNV, terkait dengan beta defensins, semakin banyak beta defensins, maka kemungkinan terkena psoriasis semakin besar

Tidak semua org bisa terkena HIV, dipengaruhi oleh CCL3LI


Variable tandem repeat
Satelite dna
1.       Satellite DNA
2.       Minisatellite DNA
3.       Microsatellite DNA
(tergantung panjang)
Pengulangan sekuens tiap orang panjangnny berbeda2, sehingga bisa digunakan sebagai media forensic (sidik jari DNA)
Fungsi VTR:
1.       Marker
2.       Mempengaruhi splicing
3.       Transkripsi

SNP (snip) Single nucleotide polymorphism
Perbedaan nukleotida memberikan informasi terapi individual

“Kenapa bisa bervariasi?????”
Genetic adaptation , biokhromatica

EpigenetIc

Genetic = genes + their interaction
Hanya beberapa penyakit bisa dijelaskan dengen mutasi satu gen

Gen adalah unit herediter, gnome keseluruhan : gen + promoter+enhancer

Splicing : pembuangan segmen pada transkripsi
Utr: non coding region, un translated region, membantu regio central stabil
ORF : open reading frame

Cossack motive : translasi akan dimulai pada suatu pattern, tidak hanya AUG/ATG

Epigenetic : tidak peduli dengan isi sekuens
Tidak hanya dipengaruhi susunan informasi genetic, namun penyakit yg hanya sedikit yg bisa dijelaskan oleh genetic dan genome
Contoh pada lebah, pd pemberian makanan
Bee pollen= pekerja
Royal jelly= ratu

Epigenetic
1.       Dna metylation
2.       Histon modification
3.       D

DNA metylation
DNA dipengaruhi jumlah CG, 60-90%nya umumny pada mamalia dimetilasi, sedangkan pada promoter terletak CpG island, CpGs yang tidak termetilasi, karena dipromotor mempengaruhi gen di belakangnya
 2 cara DM: menyembunyikan CG dan menarik MBP
Metilasi pada CpG, pada transkripsi dan translasi , protein yang bekerja tidak mengenali C dan G yang termetilasi
MBP menempel pada C dan G, melakukan inhibitasi sehingga sulit diakses enzim2 transkripsi dan translasi
Protein repressor: protein yang “membungkam” ekspresi gen, bila metilasi terjadi pada sekuens tempat PR menempel, terjadi aktivasi
Penyumbang metal : Folic Acid, methionine , homocysteine
Diet berhubungan dgn epigenetic

Histon modification
Histon Acetylation = (hat)  = meluruskan
Histon deacetylation = (hdac) = menggulung
Saat menggulung, dna yg rapat susah diakses, sehingga dna tertidur, merapat dan merenggangny dipengaruhi lingkungan.
Dipengaruhi rokok

Micro RNAs dan siRNA
Mekanisme post-transkripsi
RNA interference
1.       Perfect pairing : dipotong oleh endonuklease, Messenger RNA tidak bisa menempel, tidak dapat di translasikan ribosom  (SLICING)
2.       Imperfect pairing : tidak dipotong oleh endonuklease, tapi karena MRNA beruntai 2 (double strainded) sehingga ribosom tidak bisa mentranslasi (hanya bisa bila 1 untai saja) (MICRO RNA)
Genomic imprinting: setiap gene autosom selalu dia copi an ato alel, dari satu copian berasal dari tiap induk.Pada mamalia 1% gen hanya mengekspresikan satu copian dari salah satu induk. Didasari oleh perubahan histon dan/ metylation
DMD differenced metylated DNA

Contoh lain:
NOEY2(penekan pertumbuhan tumor) , bila kedua kromosom didapatkan dari maternal