BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Toxoplasma gondii adalah parasit yang jika menginfeksi pada awal kehamilan dapat ditransmisikan ke janin. Janin yang terinfeksi dalam kandungan dapat menunjukkan gejalan klinis ketika lahir, misalnya, hidrosefalus. Namun, suatu studi multisenter tentang Toxoplasmosis congenital di Eropa menemukan bahwa tidak semua bayi dengan Toxoplasmosis congenital menunjukkan gejalan klinis. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa ada factor lain termasuk predisposisi genetic berperan dalam pathogenesis. Sebelumnya telah diketahui bahwa bayi yang menunjukkan gejala klinis lebih berat adalah mereka yang terinfeksi Toxoplasma gondii pada awal kehamilan, ketika system imunitas fetus belum begitu berkembang. Pemeriksaan molecular yang dilakukan selanjutnya menemukan bahwa ada kaitan antara polymorphism dan genomic imprinting dengan gambaran klinis yang muncul pada bayi dengan toxoplasmosis congenital.
B. Rumusan Masalah:
1. Janin yang terinfeksi dalam kandungan dapat menunjukan gejala klinis ketika lahir, misalnya hidrosefalus.
2. Dugaan ada faktor lain termasuk predisposisi genetik berperan dalam patogenesis penyakit.
3. Tidak semua bayi dengan toxoplasmosis kongenital menunjukkan gejala klinis.
4. Ada kaitan antara polymorfisme dan genomic imprinting dengan gambaran klinis.
5. Toxoplasma gondii dapat ditransmisikan pada janin.
6. Gejala toxoplasmosis beraneka ragam.
C. Tujuan
1. Memahami patologi dan patofisiologi dari toxoplasmosis
2. Memahami peran genetik dalam kasus toxoplasmosis
3. Memahami genome imprinting dan polymorphism
4. Memahami pencegahan toxoplasmosis
D. Manfaat Penulisan
Mahasiswa dapat mempelajari dan mengetahui peran epigenetic dalam kasus toxoplasmosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Toxoplasmosis adalah infeksi pada manusia atau hewan lain akibat protozoa toxoplasma gondii, ditularkann melalui ookista di dalam feses kucing (penjamu definitif), biasanya melalui tanah yang terkontaminasi, pajanan langsung pada feses, kista jaringan didalam daging yang terinfeksi, atau tachyzoite di dalam darah. Sebagian besar infeksi pada manusia bersifat asimptomatis, tetapi bila menjadi simptomatis gejalanya berkisar dari penyakit ringan menyerupai mononukleosis sampai penyakit fulminan diseminata (biasanya pada pasien dengan tanggap imun yang lemah atau janin yang terinfeksi secara transplasenta) yang dapat menyebabakan kerusakan otak, mata, otot rangka dan jantung, hati dan paru yang luas. (Kamus Kedokteran Dorland edisi 31)
Epigenetik . At its most basic, epigenetics is the study of changes in gene activity that do not involve alterations to the genetic code but still get passed down to at least one successive generation. These patterns of gene expression are governed by the cellular material — the epigenome — that sits on top of the genome, just outside it (hence the prefix epi-, which means above). It is these epigenetic "marks" that tell your genes to switch on or off, to speak loudly or whisper. It is through epigenetic marks that environmental factors like diet, stress and prenatal nutrition can make an imprint on genes that is passed from one generation to the next.
Pada dasarnya , epigenetic adalah studi yang tidak berhubungan dengan perubahan pada kode genetik namun tetap diturunkan pada paling tidak satu generasi berikutnya. Pola ekspresi genetic ini diatur oleh material selular- epigenome- yang berada di atas genome, tepat di bagian luarnya ( memiliki imbuhan depan epi- yang berarti di atas), pola genetic ini memberitahu genmu untuk menyala dan mematikan diri, untuk berbicara lebih keras atau berbisik. Tanda-tanda epigenetic dipengaruhi oleh lingkungan seperti diet, stress, dan nutrisi saat hamil, hal-hal ini dapat membuat pencetakan pada gen yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Genomic imprinting adalah perbedaan ekspresi sebuah gen pada seorang anak, bergantung pada orang tua dari mana alel tersebut berasal. (Sylfia A.Price, 2006)
Polimorfisme yaitu adanya berbagai bentuk alelik sebuah gen (Robbins, 2007)
Genetic polymorphism, dibagi menjadi
a. Balance p. : keadaan keseimbangan dengan polimorpisme genetic yang dipertahankan dengan keseimbangan antara mutasi dan seleksi, lokus yang heterozigot memiliki keunggulan dibanding homozigot.
b. Genetic p. peristiwa yang berlangsung lama dalam populasi atau alel alternative multiple pada lokus, frekuensi jauh lebih jarang daripada yang dapat dipertahankan oleh mutasi berulang secara tersendiri
c. Microsatelit p. : terdapatnya berbagai unit pengulangan, tandem dimikrosatelit pada beberapa individu yang berbeda ; hal ini dapat dideteksi menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dan digunakan secara luas sebagai penanda seperti pada studi pemetaan dan hubungan genetic, penggujian paternitas dan kekerabatan, identifikasi forensic dan analisis populasi, disebut juga short tandem repeat p.
d. Restristion fragment length p. (RFLP) : polimorpisme genetic pada sekuens DNA yang dapat dideteksi berdasarkan perbedaan panjang fragmen DNA yang dihasilkan dari pencernaan dengan endonuklease restriksi yang spesifik.
e. Single nucleotide p. :Polimorpisme mekanis genetic antara dua genom akibat delesi, insersi, ato pertukaran nukleotida tunggal
(Kamus Kedokteran Dorland edisi 31)
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasar hasil diskusi yang kami laksanakan, toxoplasmolisis bisa diderita oleh seorang melalui dua cara yakni kongenital dan aquisital. Sebagian besar dari penderita toxoplasmosis tidak menunjukkan gejala klinis (asimptomatis). Pada scenario ini terdapat kasus toxoplasmosis congenital. Selain factor parasit, toxoplasmosis congenital ini juga dipengaruhi oleh factor-faktor epigentik seperti pengaruh metilasi DNA, yang dimaksud metilasi DNA adalah penambahan gugus metil pada segmen DNA tertentu (umumnya basa nukleotida G dan C) , yang menyebabkan perubahan ekspresi DNA (peristiwa on-off DNA), dikarenakan saat terjadi metilasi, agen-agen translasi dan transkripsi tidak dapat mengenali segmen DNA tersebut, sehingga asam amino yang ditranslasikan berbeda dan merubah protein yang dihasilkan.
Toxoplasmis kongenital adalah penyakit yang timbul karena invasi toxoplasma gondii pada saat kehamilan terjadi. Gejala-gejala klinis yang timbul pada penderita toxoplasmosis kongenital adalah sebagai berikut:
a. Pada ibu
Umumny gejala pada wanita hamil dapat bersifat sementara dan tidak spesifik, gejalan yang muncul biasanya terbatas pada lumfadenopati dan kelelahan, atau demam, malaise, tenggorokan gatal, nyeri kepala, mialgia, dan limfositosis atipikal.
b. Pada anak
Kebanyakan anak dengan toxoplasmosis kongenital tidak menunjukkan gejala atau kelainan nyata pada saat lahir. Namun secara umum manisfestasi klinis dari toxoplasmosis dibagi menjadi 2, yaitu manisfestasi sistemik meliputi demam, hepatosplenomegali, anemia, serta pneumonitis yang terjadi karena adanya parasit. Sedangkan manisfestasi neurologik seperti korioretinitis, hidrosefalus, serta serangan kejang, yang terjadi karena invasi parasit melewati barrier otak, maupun deposit dari kista parasit di jaringan otak
Diagnosis pada penderita toxoplasmosis adalah dengan pemeriksaan serologis, untuk mendeteksi antibody terhadap toxoplasma, Terdapat berbagai tes serologis yang bermakna untuk antibodi terhadap T.gondii seperti tes Sabin-Feldman, Indirect Fluorescent Antibody (IFA), dan ELISA. IFA dan ELISA digunakan untuk mengukur kadar antibodi IgM. Deteksi antibodi IgA, dilaporkan baru-baru ini lebih sensitif daripada deteksi antibodi IgM anti-P30 dalam mengidentifikasi infeksi kongenital pada infant. Antibodi IgM anti-Toxoplasma dapat muncul pada waktu lahir maupun pada bulan-bulan selanjutnya. Titer antibodi Toxoplasma yang negatif pada usia 6 bulan sampai 1 tahun secara esensial menyingkirkan diagnosa toxoplasmosis kongenital. IgG spesifik dalam serum bayi berasal dari ibu menurun 50% setiap bulan, tetapi dapat menetap sampai bayi berumur 1 tahun. IgG mulai mulai disintesa pada umur 3 bulan pada bayi yang mendapat pengobatan.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A. Simpulan
Pengaruh toxoplasma terhadap tubuh, tidak hanya dipengaruhi oleh factor parasit tetapi juga dipengaruhi oleh factor epigenetika.
B. Saran
1. Pada masa kehamilan , sebaiknya ibu hamil menghindari kucing, bila belum memiliki antibody utk melawan toxoplasma gondii
Pengaruh toxoplasma terhadap tubuh, tidak hanya dipengaruhi oleh factor parasit tetapi juga dipengaruhi oleh factor epigenetika.
B. Saran
1. Pada masa kehamilan , sebaiknya ibu hamil menghindari kucing, bila belum memiliki antibody utk melawan toxoplasma gondii
2. Lakukan pemeriksaan prenatal untuk memastikan kesehatan janin
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Kedokteran Dorland edisi 31.
Kumar; Cotran; Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi edisi 7 volume 1. Jakarta: EGC.
Prience, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 6 vol1. Jakarta:EGC.
Why Your DNA Isn't Your Destiny By John Cloud
EPIDEMIOLOGI “TOXOPLASMA GONDII”
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3733/1/fkm-indra%20c4.pdf